Jumat, 01 Januari 2016

Gadis penjual pulsa



sudah seminggu lamanya aku tidak lagi mengisi pulsa, aku juga jarang mengecek sisa pulsa yang aku miliki, ketakutan sering melanda jika aku melakukan itu. entahlah, aku ini tipe pria yang seperti apa yang jelas aku anak yang baik. malam itu, aku sudah mendownload 6lagu dan hal ini membuatku harus mengeceknya. kumainkan jemariku diatas layar handphone dan muncullah sisa pulsa yang mulai menyusut. aku segera keluar dari kamarku dan bergegas mengisi pulsa. ku pacu motor pemberian ayahku yang sudah 5tahun kunaiki dan melaju ditengah gerimis. malam itu tak begitu banyak kendaraan yang melintas. aku mencari tempat penjual pulsa disekitar rumahku namun tutup. aku tak bisa pulang tanpa hasil, maka kembali aku memacu motorku mencari ditempat yang lain. semakin jauh aku berjalan, semakin aku kedinginan. gerimis menjelma menjadi hujan yang lebat. tanpa disadari aku sudah memasuki kawasan bandara. terang lampu jalan seakan memberi harapan, dan akhirnya aku menemukan sebuah kios pulsa. diujung jalan menunuju bandara, aku memakirkan motorku. aku menggigil kedinginan dan berjalan menuju kios itu. disana aku menemui seorang gadis berambut panjang sedang menulis sesuatu dibuku kecilnya. ‘selamat malam’ aku menyapanya dengan pelan. gadis itu mengangkat wajahnya dan memperhatikanku secara detail. kami bertatapan, lalu dengan senyum tipis dia membalasnya ‘yah, selamat malam’. dia berdiri dari tempat duduknya dan mengambil handphone untuk diberikan padaku. aku mengisi nomor dan nominal pulsa yang aku inginkan, lalu menyerahkannya kembali. wajahnya yang cantik memberi kesan hangat untuk aku nikmati.
‘sudah ya, pulsanya!’ ucapnya kepadaku. saat aku membayar, gadis itu bertanya ‘kamu tinggal dimana?’
‘butuh waktu 30menit untuk sampai disini’ jawabku.
‘sepertinya kamu kedinginan masuklah dulu, aku akan membuatkan secangkir teh jika kamu mau’ aku menganggukan kepala. dalam hatiku berkata, ini adalah kali pertama aku ditawari minum oleh penjual pulsa, terlebih dia adalah seorang gadis. aku tersenyum dan melangkah kedalam kiosnya. aku mengambil kursi dan duduk didekat pintu. hujan diluar semakin deras, dan aku pasti lama disini. gadis itu kemudian memberikan secangkir teh dan sebungkus tisu kepadaku. aku meminumnya sembari berkata ‘maaf sudah merepotkan’ dia tertawa dan mengatakan ‘aku justru senang melakukannya’. kami berdua bercerita banyak hal. kami tertawa bersama hingga lupa waktu. ditengah canda aku bertanya sesuatu yang sedari tadi mengusik otakku ‘kamu tidak keberatan jika aku menanyakan sesuatu?’
‘tanyakan saja, aku akan menjawabnya’ dia menatap kedalam mataku, menunggu pertanyaan yang akan aku ajukan. ‘apa kamu biasa melakukan hal ini kepada setiap pembeli?’ dia tersenyum. ‘tidak. ini adalah kali pertama aku melakukannya?’ aku semakin penasaran maka aku bertanya lagi. ‘kamu tidak takut jika aku orang jahat?’
‘tidak.’
‘kenapa kamu begitu yakin?’ sambungku
‘karena aku tahu, kamu tidak akan melakukan itu’ aku tertegun. untuk sesaat kami saling diam. dia mengambil buku kecil yang tadi ditulisnya, kemudian menunjukkannya padaku. aku mengambilnya. ternyata berisi sketsa wajah seseorang. dia menggambarnya dengan begitu sempurna. aku terkagum melihat sketsa itu, dia lalu bercerita ‘itu adalah mantan pacarku. dia meninggal dalam perjalanan menuju jepang, pesawat yang ditumpanginya tersambar petir dan...’ pembicaraannya terputus, dia menangis sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. aku mulai salah tingkah, aku membujuknya agar tidak menangis. dia kemudian menyeka airmatanya dengan tisu yang aku berikan. ‘aku turut berduka’ jawabku singkat. diantara sisa airamata yang berlinang ada senyum manis yang dia tunjukkan. dengan sedikit terbata dia pun berujar ‘dia mirip denganmu bukan?’
aku hanya senyum mendengar ucapannya. harus aku akui, sketsa yang digambarnya memang mirip denganku. aku menaruhnya diatas meja namun dia menyuruhku untuk menyimpannya. bisa jadi, pertemuannya denganku malam ini menghidupkan lagi kenangan antara dia dan orang yang sudah tiada. hujan mulai reda dan malam semakin larut. bintang bermunculan diantara kepingan awan. aku mengantarnya pulang, dalam perjalanan dia memelukku dengan erat. sesampainya didepan rumah dia pun turun dan sebelum kami berpisah dia bertanya ‘siapa namamu?’ aku menyodorkan tanganku dan menjawab ‘aku rizal dan kamu?’ ‘aku felicia terimakasih sudah mengantarku sampai disini’ dia mengajakku masuk kerumahnya. namun aku menolak. ‘lain kali saja, lagi pula ini sudah larut malam’ dia tersenyum kepadaku. aku sempat meminta nomor handphonenya namun dia menjawab ‘kamu sudah tahu rumahku, datanglah. kapan pun kamu mau!’ aku tidak mengatakan apa-apa lagi, dia membalikkan badannya, dan menuju ke dalam rumah. sesampainya didepan pintu, dia menoleh kearahku, melambaikan tangan sambil tersenyum. aku membalikkan motorku dengan kecepatan tinggi menuju rumahku. dirumah, aku segera menulis kejadian ini menjadi sebuah cerita. aku membuka handphone dari saku celanaku dan kertas bergambar sketsa itu jatuh ke lantai. aku mengambilnya dan membuka kertas itu. aku memandang kertas itu dengan rasa kagum. dibelakang kertas itu, tertera nama felicia dan sebuah nomor handphone. kini aku tahu, apa yang harus aku lakukan..

1 komentar: